Tuesday, August 20, 2013

Valentine Day - Ust. Felix Y. Siauw

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Sebelumnya minta maaf sama blog tercinta gara-gara uda lama ga di update, hehe. Lagi un-easily-connected with internet ._. Sekarang ... mau bahas Valentine Day yaaa meskipun ga nyambung sama momentum yang ada (beberapa hari menjelang lebaran) tapi gapapa yaa mumpung ada bahan, hehe :) Enjoy!!

•••
 
Seperti yang kita ketahui, bangsa Romawi yang menjadi dasar peradaban Barat hidup dengan suatu adat, yaitu menjadikan kepuasan fisik badaniah sebagai tujuan hidup mereka. Money, drink, and sex, itulah setali tiga uang dalam kehidupan mereka. Bila kita perhatikan mitologi Yunani-Romawi, akan kita dapatkan cara pandang ini dalam cerita-cerita mereka. Ada dewa yang berselingkuh, ada dewa yang diselingkuhi. Bahkan ada dewa yang memilih menikah dengan dewa lainnya dalam bentuk hewan. Ada hubungan seks dalam keluarga, bahkan ada dewi cinta. Itulah mitologi mereka yang dipenuhi dengan kepuasan badaniah.
Dari segi penampakan pun, patung-patung yang diukir dan lukisan-lukisan yang digambar oleh seniman yang hidup di zaman Yunani-Romawi penuh eksploitasi terhadap fisik wanita. Merupakan sebuah pemandangan yang biasa di kuil-kuil penyembahan mereka, patung-patung wanita tanpa busana dan lukisan-lukisan bugil.
Jauh sebelum dunia mengenal hari kasih sayang, orang Romawi mengenal perayaan “Festival Lupercalia”, yaitu rangkaian hari raya yang dipersembahkan kepada Lupercus sang Dewa Kesehatan dan Kesuburan dan Juno Februa yang juga Dewi Pernikahan dan Kesuburan. Perayaan ini digelar setiap tahunnya pada 13-15 Februari. Lupercus sendiri adalah Dewa Kesuburan Seksual Romawi yang diilustrasikan sebagai manusia berkaki dan berkepala kambing atau setara dengan Pan dalam mitologi Yunani. Pan inilah yang juga menjelma menjadi Baphomet – dalam tradisi pemuja setan Yahudi, Dewa Kesuburan yang menjadi lambing regeneratif lelaki dan wanita sekaligus lambang seks.
Adapun Juno Februa, Dewi Pernikahan dan Kesuburan, yang dilukiskan memakai mantel dari kulit kambing –ciri kesuburan– adalah istri dari pemimpin para dewa, Jupiter. Dalam mitologi Yunani, Juno dikenal sebagai Hera yang menikah dengan Zeus pada bulan Gamelion yang terletak antara pertengahan Januari dan pertengahan Februari. Dalam satu legenda, diceritakan bahwa Pan mempunyai affair dengan Dewi Kecantikan dan Dewi Cinta Aphrodite (dikenal juga dengan nama Venus), dengan Eros (dikenal juga sebagai Cupid) yang digambarkan sebagai anak kecil tampan bersayap yang membawa panah cinta – anak dari Aphrodite yang menjadi pengamat dan promotor. Menurut legenda yang lain lagi, bahkan Aphrodite sangat tertarik pada ketampanan anaknya sendiri sehingga melakukan hubungan badan dengan anaknya, waduh!
Begitu pula yang dirayakan saat “Festival Lupercalia” 13-15 Februari. Perayaan itu dilakukan untuk meneladani semangat Pan, Juno, Venus, Cupid, yang kesemuanya bermuara pada satu kata; nafsu.
•••

Perayaan dimulai dengan menaruh nama-nama perawan di sebuah tempat dalam kertas-kertas yang terpisah. Kemudian lelaki maju satu per satu untuk mengambilnya secara acak. Siapa yang terpilih itulah akan menjadi partner untuk melakukan hubungan terlarang sepanjang malam itu. Setelahnya berlanjut menjadi pasangan hingga tahun berikutnya.
Begitulah “Festival Lupercalia” yang dipraktikkan selama berabad-abad pada masa Romawi. Hubungan badan yang dihalalkan dalam bentuk adat istiadat, yang tentu saja bersesuaian dengan misi hidup mereka, yang menjadikan nafsu sebagai tuhan. Setelah kaum Kristiani berkuasa, sekira 494 M, Paus Gelasius I mengakulturasi Festival Lupercalia ini menjadi “Festival Penyucian Bunda Maria” sebagai pengganti penyembahan terhadap Lupercalia. Namun, esensi perayaan ini tetap sama, penuh dengan nafsu dan keburukan, berkelindan dengan kepentingan konsumerisme yang menjadi target para kapitalis.
Pernah pula gereja menjadikan 14 Februari dengan mencangkokkan tokoh Saint Valentine yang berjuang demi cinta hingga menjadi martir pada 14 Februari, hingga hari kematiannya diperingati sebagai hari perjuangan cinta, Valentine Day. Namun, kebenarannya tidak bisa diverifikasi dan esensi perayaannya tetaplah sama, hingga pada 1969 Valentine Day dihapuskan dari kalender gereja oleh Paus Paul VI.
•••

Sampai di sini saja, sebetulnya sudah cukup alasan bagi kaum Muslim untuk meninggalkan Valentine Day. Karena asalnya dari perayaan pagan Romawi, dilanjutkan sebagai hari besar gereja. Belum lagi hasilnya mengerikan pada zaman ini. Valentine Day dijadikan sebagai hari untuk menyatakan cinta, mencari pacar, melakukan aktivitas maksiat dengan kehormatan sebagai taruhan. Itu berarti awal dari down payment kiamat bagi kaum wanita.
•••

Retrieved from: Udah Putusin Aja!
By: Ust. Felix Y. Siauw

Segini dulu ya dari saya. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh :) | @MutiaRKinasih |

No comments:

Post a Comment