•••
Seperti yang
kita ketahui, bangsa Romawi yang menjadi dasar peradaban Barat hidup dengan
suatu adat, yaitu menjadikan kepuasan fisik badaniah sebagai tujuan hidup
mereka. Money, drink, and sex, itulah
setali tiga uang dalam kehidupan mereka. Bila kita perhatikan mitologi
Yunani-Romawi, akan kita dapatkan cara pandang ini dalam cerita-cerita mereka.
Ada dewa yang berselingkuh, ada dewa yang diselingkuhi. Bahkan ada dewa yang
memilih menikah dengan dewa lainnya dalam bentuk hewan. Ada hubungan seks dalam
keluarga, bahkan ada dewi cinta. Itulah mitologi mereka yang dipenuhi dengan
kepuasan badaniah.
Dari segi
penampakan pun, patung-patung yang diukir dan lukisan-lukisan yang digambar
oleh seniman yang hidup di zaman Yunani-Romawi penuh eksploitasi terhadap fisik
wanita. Merupakan sebuah pemandangan yang biasa di kuil-kuil penyembahan
mereka, patung-patung wanita tanpa busana dan lukisan-lukisan bugil.
Jauh sebelum
dunia mengenal hari kasih sayang, orang Romawi mengenal perayaan “Festival Lupercalia”, yaitu rangkaian
hari raya yang dipersembahkan kepada Lupercus
sang Dewa Kesehatan dan Kesuburan dan Juno
Februa yang juga Dewi Pernikahan dan Kesuburan. Perayaan ini digelar setiap
tahunnya pada 13-15 Februari. Lupercus sendiri adalah Dewa Kesuburan Seksual
Romawi yang diilustrasikan sebagai manusia berkaki dan berkepala kambing atau
setara dengan Pan dalam mitologi
Yunani. Pan inilah yang juga menjelma menjadi Baphomet – dalam tradisi pemuja setan Yahudi, Dewa Kesuburan yang
menjadi lambing regeneratif lelaki dan wanita sekaligus lambang seks.
Adapun Juno
Februa, Dewi Pernikahan dan Kesuburan, yang dilukiskan memakai mantel dari
kulit kambing –ciri kesuburan– adalah istri dari pemimpin para dewa, Jupiter. Dalam mitologi Yunani, Juno
dikenal sebagai Hera yang menikah
dengan Zeus pada bulan Gamelion yang terletak antara
pertengahan Januari dan pertengahan Februari. Dalam satu legenda, diceritakan
bahwa Pan mempunyai affair dengan
Dewi Kecantikan dan Dewi Cinta Aphrodite
(dikenal juga dengan nama Venus), dengan
Eros (dikenal juga sebagai Cupid) yang digambarkan sebagai anak
kecil tampan bersayap yang membawa panah cinta – anak dari Aphrodite yang
menjadi pengamat dan promotor. Menurut legenda yang lain lagi, bahkan Aphrodite
sangat tertarik pada ketampanan anaknya sendiri sehingga melakukan hubungan
badan dengan anaknya, waduh!
Begitu pula yang
dirayakan saat “Festival Lupercalia” 13-15 Februari. Perayaan itu dilakukan
untuk meneladani semangat Pan, Juno, Venus, Cupid, yang kesemuanya bermuara
pada satu kata; nafsu.
•••
Perayaan dimulai
dengan menaruh nama-nama perawan di sebuah tempat dalam kertas-kertas yang
terpisah. Kemudian lelaki maju satu per satu untuk mengambilnya secara acak.
Siapa yang terpilih itulah akan menjadi partner untuk melakukan hubungan terlarang
sepanjang malam itu. Setelahnya berlanjut menjadi pasangan hingga tahun
berikutnya.
Begitulah
“Festival Lupercalia” yang dipraktikkan selama berabad-abad pada masa Romawi.
Hubungan badan yang dihalalkan dalam bentuk adat istiadat, yang tentu saja
bersesuaian dengan misi hidup mereka, yang menjadikan nafsu sebagai tuhan.
Setelah kaum Kristiani berkuasa, sekira 494 M, Paus Gelasius I mengakulturasi Festival Lupercalia ini menjadi “Festival Penyucian Bunda Maria” sebagai
pengganti penyembahan terhadap Lupercalia. Namun, esensi perayaan ini tetap
sama, penuh dengan nafsu dan keburukan, berkelindan dengan kepentingan
konsumerisme yang menjadi target para kapitalis.
Pernah pula
gereja menjadikan 14 Februari dengan mencangkokkan tokoh Saint Valentine yang berjuang demi cinta hingga menjadi martir pada
14 Februari, hingga hari kematiannya diperingati sebagai hari perjuangan cinta,
Valentine Day. Namun, kebenarannya
tidak bisa diverifikasi dan esensi perayaannya tetaplah sama, hingga pada 1969
Valentine Day dihapuskan dari kalender gereja oleh Paus Paul VI.
•••
Sampai di sini
saja, sebetulnya sudah cukup alasan bagi kaum Muslim untuk meninggalkan
Valentine Day. Karena asalnya dari perayaan pagan Romawi, dilanjutkan sebagai
hari besar gereja. Belum lagi hasilnya mengerikan pada zaman ini. Valentine Day
dijadikan sebagai hari untuk menyatakan cinta, mencari pacar, melakukan
aktivitas maksiat dengan kehormatan sebagai taruhan. Itu berarti awal dari down payment kiamat bagi kaum wanita.
•••
Retrieved from: Udah Putusin Aja!
By: Ust. Felix Y. Siauw
Segini
dulu ya dari saya. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh :) | @MutiaRKinasih |
No comments:
Post a Comment