Monday, August 26, 2013

Matahari Terbit di Ufuk Timur - Part 5


Hehehehehe, gue nggak tahu ini bagus atau nggak untuk dilanjutkan, tapi gue menguatkan hati gue untuk mengakhiri apa yang sudah gue mulai (/). Dan tentunya akan gue akhiri dengan baik dan sempurna. Just enjoy it!!! ^^

Setelah mendapat persetujuan dari Ayah, semuanya menjadi mudah. Ayah akhirnya berhasil mendapatkan satu kursi untukku berangkat ke Jogja malam ini juga. Sebelum berangkat, aku pamit pada Via kecil.
“Kakak mau ke mana?” Via yang mulai memanggil Yusuf dan aku dengan sebutan kakak bertanya dengan nada sendu.
“Kakak mau ke Jogja, cuma sebentar kok sayang.”
“Jangan lama-lama yaa….”
“Iyaaa….” Aku tertawa mendengar kata-katanya. Kukecup keningnya, kemudian kupeluk Via, ayah dan Yusuf.
“Hati-hati ya kak.”
“Iya.”
“Jangan lupa makan ya sayang.”
“Iya pa. Yauda Aisha berangkat ya? Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam.”
Aku melangkah dengan bersemangat masuk ke dalam taksi. Kulambaikan tanganku pada keluarga kecilku itu. Padahal aku hanya pergi ke Jogja. Tapi, ini adalah pertama kalinya aku pergi tanpa didampingi siapapun. Mungkin itu yang membuat mereka sedikit khawatir.
Ya, bagaimana pun, Adi dan kompetisi menari itu sudah menungguku… di Jogja!

•∞•∞•

Pkl. 20.00, 19 Desember 2011.
Kuhirup udara malam Jogja. Rasanya beberapa jam yang lalu aku masih menghirup udara malam yang pengap dan bau. Tapi di sini… semuanya berbeda! Udaranya, langitnya.
Aku keluar mencari-cari sosok Adi yang akan datang menjemputku. Aku masih ingat sosoknya beberapa tahun yang lalu sebelum ia pindah ke Jogja dan kami masih sering berdansa dan menari bersama. Kulit putih, jangkung, kurus. Kami memang sering bertukar foto, tapi dalam bayanganku ia tidak akan menjadi terlalu jauh dari sosoknya yang dulu.
Pandanganku berputar-putar mencari Adi. Tiba-tiba… BRUK!
Aku hampir jatuh tersungkur. Tas tanganku terlepas dari genggamanku. Sesuatu yang berat menabrakku dari belakang. Ketika kulihat, ternyata seorang pemuda ceroboh yang sedang berlari dikejar beberapa petugas keamanan. Refleks, kupegangi tangannya sambil bertanya, “maling ya?”
Ia menggeleng, “bukan. Tolong lepas tangan saya, ini hanya salah paham. Tolong.”
Melihat tatapannya yang mengiba, kulepaskan tangannya. Ia segera berlari keluar bandara. Aneh sekali…. Rasanya….
“Mbak! Kenapa dilepas? Dia itu teroris!” salah satu dari petugas keamanan yang mengejarnya menghardikku kasar, lalu berlari kembali mengejar pemuda itu.
“Hah???” aku kaget sampai hampir pingsan. Teroris? Di Jogja? Aku yang masih jatuh terduduk tak mampu lagi berdiri hingga ada seorang wanita muda yang mencoba membantuku berdiri.
“Mbak tidak kenapa-kenapa kan?”
“Iya, saya baik-baik saja, terimakasih.”
Kupungut tasku yang berisi baju yang tadi terjatuh dan kucari tempat duduk agar aku bisa sedikit tenang. Baru beberapa menit di tempat orang aku sudah membuat masalah. Kucari handphone-ku, berniat untuk mengabari Ayah tentang kejadian yang baru saja terjadi. Tapi kuurungkan niatku. Tidak perlu membuat seisi rumah khawatir malam-malam begini.
Maka kuputuskan untuk menghubungi Adi. Tapi ternyata Adi lebih cepat, ia meneleponku terlebih dahulu.
“Hallo Assalamualaikum Aisha, kamu di mana?” kudengar suaranya yang khawatir di sana hampir berteriak.
“Waalaikumsalam Adi, calm down, tenang! Aku sedang duduk, aku sudah di luar bandara. Kamu cepat ke sini ya!”
“Tidak bisa… kamu saja ke sini.” Iya menyebutkan nama restoran terkenal yang berada dekat dengan bandara. Segera kucari taksi untuk menuju ke sana.
“Kenapa aku yang harus ke sana sih? Harusnya kan kamu yang jemput aku.”
“Iya maaf, aku sedang ada urusan. Maaf yaa….”
“Urusan apa? Seperti orang kantoran saja. Yasudah ini aku dalam perjalanan ke sana.”
“Iya… kutunggu ya!”
Kututup teleponnya. Beberapa menit lagi aku akan bertemu dengan sahabat lamaku! Aku tidak sabar rasanya!
Tiba-tiba aku teringat dengan pemuda teroris tadi. Padahal dia tidak ada tampang teroris. Dandanannya a la anak jaman sekarang, modis. Wajahnya juga… kalau diingat-ingat, lumayan. Bagaimana bisa dia itu teroris? Tapi ya sudahlah, Alhamdulillah aku selamat. Pernah kudengar teroris-teroris yang nekat menyandera seseorang dan membunuh sanderanya hanya untuk selamat dari kejaran polisi. Hiiii ngeri.
Taksi berhenti di depan sebuah restoran mewah nan asri. Kawasan Jogjakarta memang tidak ada duanya. Aku langsung masuk ke dalam, mencari sosok lelaki kurus, tinggi dan semampai itu.

•∞•∞•

No comments:

Post a Comment