Moshi moshi~ Hemm sudah lama
rasanya tidak bercengkrama dengan laptop tercinta untuk menumpahkan
pikiran-pikiran gue yang semakin absurd, gara-gara akhir-akhir ini agak sibuk
dengan tugas-tugas dan acara yang menumpuk ._. ditambah lagi kalau masih harus meluangkan
waktu untuk sakit segala. Hiks. Doain aku cepat sembuh yaa~ :*
Malam ini rasanya ingin
bercerita tentang arti dan makna seorang teman, atau sahabat, untuk gue.
Pertama kali membaca tulisan senior gue: Teman yang baik, rasanya gue percaya dan gue
merasa, wah sama banget nih dengan makna teman untuk gue! Tapi, setelah
menjalani saat-saat sulit beberapa hari belakangan ini, gue menyadari bahwa
tidak semua sahabat memiliki cara yang sama untuk menjadi seorang teman terbaik
di mata kita.
Tanpa kita sadari, kita tidak
hanya memiliki seorang sahabat, hanya karena hanya ada satu orang manusia yang
selalu dekat dengan kita dan mampu membantu kita menyelesaikan masalah-masalah
kita.
Sebelumnya, apa sih definisi
sahabat itu sendiri untuk kita?
Kalau buat gue pribadi, sahabat
itu lebih dari sekedar tempat mencurahkan isi hati dan mempercayai
rahasia-rahasia kita kepadanya. Lebih, sangat lebih.
¯ Menasihati
Kriteria
ini cukup cocok untuk hampir semua sahabat gue. Entah karena apa, tapi memang
gue sering sekali dinasehati oleh mereka. Mungkin karena factor umur juga,
hehe. Tetapi bukan berarti gue nggak bisa menasehati mereka balik, lho :P
Misalnya
saat ada seorang cowok (K) yang secara terang-terangan pedekate dengan gue.
Beberapa dari mereka akan bilang, “diemin aja Mut”, atau “jangan ditanggepin”.
Atau yang lebih ekstrim, “lu jangan PHP. Kalau nggak suka yasudah bilang,
jangan dikasih harapan.” Jleb nggak tuh?
¯ Membimbing
Nah,
ini nih. Nasihat itu tidak berguna tanpa adanya bimbingan. Coba saja kalau
kalian bilang ke anak kecil, “nak, jangan makan es krim x nanti kamu batuk.”
Tapi tidak ada action berarti seperti larangan atau hukuman, maka belum tentu
si anak akan nurut, kan?
Sama
halnya seperti gue (meskipun gue sudah bukan anak kecil yang harus dihukum).
Salah satu sahabat gue, saking nggak maunya gue didekati si K, akhirnya
uring-uringan sendiri setiap kali teman gue (M) mendekati gue. Doi sibuk aja
narik-narik tangan gue setiap kali si M nyamperin, padahal niatnya cuma mau
minta bantuan ke gue, baik buat mecahin soal Psikotest atau difotoin.
Awalnya
gue bingung, kenapa sahabat gue ini nafsu banget ngejauhin gue dari si M?
Padahal dia nggak ngapa-ngapain gue? Selidik punya selidik, sahabat gue yang
satu ini salah mengira M sebagai K. Hahaa ada-ada saja :P
¯ Mengingatkan dan Menyelamatkan
Yeps,
sebagai sahabat memang sudah seharusnya kita saling mengingatkan. Gue nggak
butuh seorang sahabat yang selalu menemani gue ke mana pun gue pergi walaupun
memang terkadang gue selalu meminta mereka untuk menemani gue beli makan siang,
wifi-an, atau pun shalat. Tetapi, istilahnya, gue nggak mau mereka menemani gue
masuk ke dalam jurang.
Saat
gue akan masuk ke dalam jurang, meskipun gue memohon mereka untuk ikut bersama
gue, dalam hati gue tetap nggak mau mereka masuk menemani gue. Bukan berarti
juga gue mau dibiarkan sendirian masuk ke sana. Tidak! Tetapi, yang pastinya
kita inginkan ialah adanya seseorang yang mampu mengingatkan, membimbing, dan
menyelamatkan kita menjauh dari jurang tersebut.
Sahabat
gue yang gue ceritakan di atas suatu kali pernah berkata, “kamu butuh seseorang
yang mampu memimpin kamu dan membimbing kamu dengan serius. Dan cowok-cowok
yang pernah berpacaran dengan kamu itu tidak mampu melakukannya.” Mendengar ini
gue teringat dengan seorang senior yang sudah lama gue kagumi dengan prestasi
dan kharismanya. Dalam hati iseng saja tercetus keinginan bahwa dialah orang
yang akan mampu. Hahaa.
Sahabat
gue ini juga berkata, “kalau kamu mau dengan senior itu, kamu harus memantaskan
diri.” Benar memang perkataannya. Bohong kalau ada orang bilang suka atau cinta
tidak harus memiliki. Coba, saat kalian melihat sebuah laptop anyar yang
fitur-fiturnya memukau, lalu kalian merasa suka dan tertarik dengan laptop itu.
Pastinya kalian akan berusaha menabung atau bekerja untuk mendapatkannya
sebelum didahului orang lain, kan? Kira-kira seperti itulah analoginya.
And so
on, and so on, masih ada sangat banyak sekali hal-hal yang noticeable banget
dari sahabat-sahabat gue. Tapi gue takut kalau gue tulisin di sini bakalan jadi
cerita yang sangat amat sangat panjang nantinya. Hehehe.
Intinya,
menurut gue, siapa lu dan orang seperti apa lu itu tercermin dari orang-orang
yang bisa menjadi sahabat lu. Dari orang-orang yang bisa membuat lu nyaman.
Dalam hal ini, pacar dan orang tua belum tentu masuk kriteria, karena masih ada
beberapa kemungkinan lain yang membuat kalian menjadikan mereka pacar kalian,
tidak hanya dalam hal kenyamanan. Juga kalian tidak bisa memilih seperti apa
orang tua yang mampu membuat kalian nyaman. Iya, kan? :)
Satu
lagi kriteria sahabat yang paling pas buat gue: bagaimana pun marahnya gue ke
mereka, kecewanya gue, ngambeknya gue, akan ada saat yang pas bagi gue untuk
dengan ikhlas memaafkan mereka, meskipun membutuhkan waktu. Tapi dengan waktu
itu justru mampu mengobati luka hati dengan sempurna. Dan selama apa pun gue
marah dan ngambek dengan mereka, mereka dengan sabar menunggu gue, dan tetap
melindungi gue walau dari arah yang tidak bisa gue lihat. Makanya, buat kalian yang setipe ama gue, jangan cepat bersu'udzon (berburuk sangka) dulu yaa sama sahabat kalian, karena siapa tahu yang mereka lakukan itu justru yang terbaik buat kalian. :) | @MutiaRKinasih |
No comments:
Post a Comment