Sunday, May 26, 2013

Matahari Terbit di Ufuk Timur part 3


Eng ing eeengg.... Sebelum baca, penulis mau ngasih beberapa patah kata nih. Sebenarnya penulis agak bingung, MTUT ini mau dijadiin apa? Cerbung kah? Novel kah? Atau cuma sekedar post-post gaje hasil imajinasi liar penulis? *?* Tapi rasanya sayang juga kalau cuma dijadiin post-postan gaje?
Jadi, buat yang suka, please minta komennya yaah, kira-kira enaknya dijadiin apa? Tadinya emang mau dijadiin cerbung, makanya dibuat per part. Tapi setelah dapet imajinasi dan khayalan lagi, kayaknya bakal jadi lebih panjang dari pada sekedar cerbung nih :D
Jadi.... just comment and enjoy! :D

===================================================================

Maka mulai hari itu, sepulang sekolah kegiatanku selain berorganisasi dan mengikuti les adalah pergi ke kantor polisi di sekitar rumah dan sekolahku. Juga menyebarkan dan menempelkan pamflet-pamflet di kecamatan-kecamatan sekitar rumah dan sekolah. Setibanya aku di rumah sering kali waktu Ashar telah lewat atau Maghrib yang datang menyambut. Tetapi aku tidak melakukan proses pencarian itu sendirian. Selalu ada ayah, Yusuf, Mang Irul, dan beberapa sahabat yang membantuku. Ibu Via seharusnya mudah untuk ditemukan. Via kutemukan di sudut sekolah. Seharusnya Ibu Via adalah salah seorang warga yang tinggal di daerah tidak terlalu jauh dari sana. Atau bekerja di daerah sekolahku.
Polisi sudah menginterogasiku dan Via beberapa kali. Dari cerita Via, ibunya sendiri lah yang mengantarkannya ke sekolahku. Kemudian ia membantu Via memanjat salah satu tembok pagar sekolah yang tidak terlalu tinggi. Setelah Via berhasil memanjat dan masuk ke sekolah, Ibunya yang masih di luar sekolah kemudian melempar setumpuk baju melewati tembok pagar. Tetapi ia tak pernah menyusul Via memanjat tembok yang terlalu tinggi untuk dipanjat kembali oleh seorang anak kecil seperti Via.
 Saat menjalani proses interogasi, kulihat air muka Via tidak begitu senang. Wajahnya murung dan tidak bersemangat. Aku takut kalau-kalau ia jatuh sakit.
“Via sayang, kamu sakit?” tanyaku pelan-pelan.
Ia hanya menggelengkan kepalanya. Kemudian ia menaruh kepalanya di atas pangkuanku dan tertidur. Kuusap lembut kepalanya sambil berdoa di dalam hati, berharap yang terbaik akan terjadi untuk Via dan keluargaku. Dalam perjalanan pulang, Ayah memberitahu aku tentang hasil analisis kepolisian.
“Dari keterangan yang Via dan kamu berikan, menurut kepolisian,  kemungkinan besar Ibu Via dengan sengaja menelantarkannya di sana, mungkin karena alasan ekonomi, mengingat bagaimana kondisi Via saat ditinggalkan. Dan kemungkinan pula sudah pergi jauh meninggalkan kota ini.”
Aku termenung. Hasil analisis kepolisian begitu masuk akal. Kupandang wajah teduh Via yang sedang tertidur. Via begitu lucu dan cantik. Ibunya pun pastinya secantik ia. Aku tak habis pikir. Bagaimana bisa ada seorang Ibu yang begitu tega meninggalkan anaknya, terlantar sendirian di sudut SMU yang gelap dan… bahkan aku sendiri tidak akan berani ditinggalkan sendirian di malam yang gelap di sana, walau dalam keadaan tertidur. Kukecup pipi Via yang tertidur di pelukanku. Ayah yang melihatnya ikut mengusap kepalanya.
Satu ide aneh kemudian terlintas di benakku.
“Ayah…?”
“Ya?”
“Jika memang Ibu Via telah menelantarkannya, Ayah mau mengadopsinya sebagai adik Aisha kan, Yah?” pintaku penuh harap.
Ayah tersentak kaget mendengar penuturanku. Kemudian beliau terlihat berpikir dan berkata, “baiklah… asalkan kamu mau berjanji satu hal?”
“Apa, Yah?”
“Kamu akan memiliki dua orang adik. Kamu harus menyayangi mereka dengan adil dan memberikan perhatian kepada mereka dengan adil pula. Bagaimana?”
“Tentu saja Ayah. Tidak mungkin kan, ‘dapat adik baru, adik lama kulupakan’. Hehehe,” Ayah dan Mang Irul tertawa mendengar candaanku.
•∞•∞•

Akhirnya kepolisian dan keluargaku sepakat untuk mengakhiri proses pencarian. Mustahil rasanya mencari seseorang yang sudah membuang putrinya. Tetapi, hal yang begitu membuatku resah adalah bagaimana dengan Via? Ia pasti akan sangat sedih bila mengetahui fakta itu. Aku, sekali lagi, harus berkonsultasi dengan Ayah mengenai perasaan Via. Dan Ayah, seperti biasa, tersenyum arif mendengar curhatan dan keluhanku.
“Kalau begitu biar Ayah saja yang berbicara dengan Via, ya? Kamu hanya perlu menjadi kakak yang baik yang siap mendidik dan mengayomi dia. Setelah kehilangan sosok Ibu, ia pastinya akan sangat membutuhkan kasih sayang seorang kakak. Apalagi kakak perempuan.” Kata Ayah menasihatiku. Aku tersenyum lega. Selalu ada Ayah yang membantuku memecahkan permasalahanku. Setelah Ibu pergi meninggalkan aku dan Yusuf, Ayah begitu baik menjadi sosok Ibu sekaligus Ayah di dalam keseharian kami. Kami begitu beruntung memiliki beliau. Begitu pula Via nantinya, kuharap.
“Yasudah, kamu pergi tidur sana. Anak perempuan tidak baik tidur larut malam.”
“Iya, Ayah. Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam.”
•∞•∞•

Minggu pagi.
Kesibukanku mengurus Via selama ini membuatku banyak melupakan tugas-tugas sekolah juga sahabat dan teman-temanku. Juga Adi. Begitu kubuka e-mail ku kembali, ia sudah mengirimkan lebih dari lima surel. Kubuka satu per satu.

from: Adi Suryadinata adinata4494@hotmail.com
date: Sat, Nov 10, 2011 at 5:05 AM
subject: Invitation
mailed-by: hotmail.com
                        Assalamualaikum, Aisha! I have an invitation for you! Would you like to come to my school’s dancing duels? I need you as my partner. We used to dance together in our childhood, so I think you’ll be my best partner. The event will be held on Dec 20, so then you have much time to think and prepare everything. I really need your fast response. You won’t let me down, will you? ;)

20 Desember?? Aku tersentak. Itu artinya besok! Segera aku beralih dengan surel-surelnya yang lain. Ketika kubaca, lima suratnya yang lain isinya hampir sama, menanyakan kesediaanku. Yang membuatku terpaku adalah tiga e-mail terakhirnya.

from: Adi Suryadinata adinata4494@hotmail.com
date: Thu, Dec 1, 2011 at 8:34 PM
subject: a late invitation?
mailed-by: hotmail.com
                        Assalamualaikum Aisha, I don’t understand why don’t you reply my 6 last letters? Are you so busy? I have enrolled myself in the event, and kept wishing that you will reply my e-mail soon, telling me that you’re willing to be my partner. You know? If you keep not to reply my e-mail, my friend, Lidya, who really wants to be my partner, will really be my partner. I don’t really like that idea actually. So please, reply!

Aku menahan napas dan membuka dua e-mail terakhirnya.

from: Adi Suryadinata adinata4494@hotmail.com
date: Thu, Dec 8, 2011 at 9:55 PM
subject: Reply… reply… reply… please!
mailed-by: hotmail.com
                        Assalamualaikum Aisha. I finally say yes to Lidya. She was so happy. But not what happened with me. I really… for the truth… feel disappointed. But I also said to Lidya that you can reply my e-mail and say yes anytime. ANYTIME. Although it will be the day before. Actually, I also really miss you. By saying yes, we can meet each other! You can have vacation for a while. I will pay for the ticket, don’t worry. So just say yes, please. Please….

Aku menatap nanar layar laptopku. Bimbang. Aku takut membuka e-mail terakhir dari Adi yang tidak menuliskan subject apapun. Tapi aku tahu ini pasti akan menjadi sangat penting. Ku arahkan kursor dan meng-klik Read.
•∞•∞•

No comments:

Post a Comment