Maaf baru sempat post lagii >.<
Insya Allah akan lebih rajin menulis :))
Maaf juga kalau post nya terlalu boring ._.v
=========================================================================
Sesampainya di rumah aku segera
berganti pakaian. Kulihat Via dari jendela kamarku di lantai atas, sedang
bermain di pekarangan rumah bersama Bi Inem. Kulihat sesosok anak laki-laki
menghampiri mereka. ‘Cepat sekali Yusuf
berganti pakaian?’ batinku berkata. Tanpa kusadari aku tersenyum senang
dengan kedatangan Via di rumah. Kemudian aku teringat janjiku pada Via untuk
membantunya mencarikan ibunya. Tak terpikir olehku sebelumnya, bagaimana cara
mencari seorang wanita yang kemungkinan menjadi Ibu kandung Via, di kota
Jakarta yang besar dan penuh sesak oleh lautan manusia ini? Yasudahlah, itu
akan kupikirkan nanti setelah Ayah pulang kerja. Mudah-mudahan ia tidak terlalu
lelah untuk mendengarkan ceritaku dan berdiskusi denganku nanti.
Aku
segera turun ke pekarangan dan menyusul Yusuf bermain dengan si kecil Via. Anak
ini ternyata selain lucu, dia juga cerdas. Ketika kutanyakan padanya umurnya tadi
pagi di sekolah, dia menjawab dengan pasti bahwa dia baru berusia 5 tahun. Tapi
bicaranya sudah lancar dan dia bahkan sudah bisa berhitung. Sudah pasti Ibu
yang mendidiknya selama ini bukanlah Ibu biasa. Aku harus segera menemukannya,
untuk Via.
•∞•∞•
Pukul 9 malam, Ayah baru sampai
di rumah. Kuintip dari jendela kamarku, ia baru saja memarkirkan mobilnya di
dekat pekarangan, kemudian meninggalkannya begitu saja dan masuk ke rumah. Itu
artinya dia sedang lelah. Akan tetapi, bagaimanapun Ayah harus tahu tentang Via
malam ini juga. Aku segera turun dan menyambut Ayah yang baru saja melangkahkan
kakinya keluar dari ruang tamu.
“Assalamualaikum Ayah, baru
pulang yaa?” sapaku. Ia terlihat sedikit kaget melihatku belum tidur, tetapi
kemudian segera tersenyum.
“Waalaikumsalam sayang, iya.
Kenapa? Tumben kamu belum tidur,” tanyanya langsung sambil tersenyum lembut.
Rupanya ia sudah tahu bahwa aku memiliki maksud tersembunyi. Aku segera
membalas senyumnya dengan sepenuh hati.
“Aisha mau cerita sesuatu sama
Ayah. Tapi sebelumnya, Ayah sudah makan belum?”
“Sudah, tadi Ayah ada meeting di luar sekalian dinner. Kamu mau cerita apa sayang?”
katanya sambil membimbingku duduk di ruang keluarga. Ia menyalakan televisi dan
mencari channel berita malam.
“Begini ayah ….” Dan mengalirlah
cerita itu sekali lagi. Aku menceritakan seluruhnya, dimulai dari awal
pertemuanku hingga percakapanku dengan Yusuf dan Mang Irul, juga permainan kami
di pekarangan tadi. Ayah mendengarkan dengan seksama. Terlihat di wajahnya raut
terkejut sekali lagi, mendengar keputusanku membawa Via pulang ke rumah. Tetapi
kemudian kulihat senyuman di wajahnya ketika mendengar reaksi Yusuf dan
permainan kami bertiga. Aku menyudahi ceritaku dengan sebuah pertanyaan,
“Bagaimana menurut Ayah?”
Ayahku mengerutkan keningnya
sekejap, kemudian berkata, “Ayah mau lihat Via dulu sebentar ya?” Aku mengantar
Ayah ke kamarku. Dia saat ini menempati kamarku, berdua denganku dan sedang
tertidur lelap sejak usai makan malam tadi. Di depan pintu, kukatakan padanya,
“Jangan berisik dulu ya Ayah?” yang dibalasnya dengan senyuman lembut.
Ayah masuk ke dalam kamarku, dan
aku mengikutinya dari belakang. Benar saja, Via sedang tertidur lelap dan
sedang meringkuk sambil mengisap ibu jarinya. Wajahnya yang sudah mandi
terlihat lebih bersih, rapi dan manusiawi ketimbang saat kutemukan tadi pagi.
Kulihat sekali lagi Ayah mengulum senyum. Kemudian ia berbalik dan mengajakku
keluar kamar.
Kututup pintu perlahan, kemudian
Ayah bertanya perlahan, “kamu yakin, Sha? Ayah takut, nanti malah menimbulakn
masalah. Nanti kalau kita dituduh menculik bagaimana?”
Aku tersentak mendengar
pernyataan Ayah. Kemungkinan itu tak pernah terlintas sedikit pun dipikiranku.
Dengan raut yang kutegas-tegaskan, aku jawab perkataan Ayah.
“Insya Allah yah, niat dan
i’tikad yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula.”
“Yasudah, Ayah mengizinkan.
Tapi, kamu jangan lupa untuk terus ikhtiar mencari ibu kandung
Via ya?”
“Alhamdulillah, Ya Allah,
makasih yaa Ayah, Aisha sayang deh sama Ayah,” kataku riang, sambil kemudian
memberi pelukan singkat pada Ayah.
“Iya,
iya. Yasudah, kamu tidur sana, besok kamu masih sekolah, kan?”
“Iya
Ayah, yasudah Aisha tidur dulu ya. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Aku
masuk ke kamar dengan perasaan berbunga-bunga. Mulai hari ini, aku akan
ditemani seorang adik perempuan, sebuah gagasan yang membuatku merasa akan
lebih betah berada di rumah. Selain itu, mulai hari ini, aku akan punya
tanggung jawab baru. Mencari Ibu Via.
•∞•∞•
No comments:
Post a Comment