Heyhoo~
hari ini mau membahas sesuatu yang berbeda nih, kebetulan malam-malam begini
senior ada yang kirim broadcast message lewat sebuah group di aplikasi
WhatsApp. Setelah gue baca, ternyata ini bercerita tentang seorang ibu rumah
tangga luar biasa yang mampu mendidik anak-anaknya untuk menjadi seorang hebat
dengan tangannya –dan suaminya-. Wajib dibaca nih, gue sengaja ngetik ulang di
notebook, buat ngeshare ini ke kalian :’) silahkan kalau mau di share ulang, tapi jangan lupa source nya yaa :)
Douzo~
Kisah
Inspiratif seorang “Professional
Housewife”.
Namanya
ibu Septi Peni Wulandani. Kalau kalian search nama ini di Google, kalian akan
tahu bahwa Ibu ini dikenal sebagai Kartini masa kini. Bukan, dia bukan seorang
pejuang emansipasi wanita yang mengejar kesetaraan gender lalala itu. Bukan.
Beliau
seorang ibu rumah tangga professional, penemu model hitung jaritmatika, juga
seorang wanita yang amat peduli pada nasib ibu-ibu di Indonesia. Seorang wanita
yang ingin mengajak wanita Indonesia kembali ke fitrahnya sebagai wanita
seutuhnya. Dalam sesi itu, beliau bercerita kiprahnya sebagai ibu rumah tangga
yang mendidik tiga anaknya dengan cara yang bahasa kerennya anti mainstream. It’s like I’m watching 3 Idiots. But this is not a film. This is a real
story from Salatiga, Indonesia. Semuanya berawal saat beliau memutuskan
untuk menikah. Jika ada pepatah mengatakan bahwa pernikahan adalah peristiwa
peradaban, untuk kisah Ibu Septi, pepatah itu tepat sekali. Di usianya yang
masih 20 tahun, Ibu Septi sudah lulus dan mendapat SK sebagai PNS. Di saat yang
bersamaan, beliau dilamar oleh seseorang. Beliau memilih untuk menikah,
menerima lamaran tersebut. Namun sang calon suami mengajukan persyaratan:
beliau ingin yang mendidik anak-anaknya kelak hanyalah ibu kandungnya. Artinya?
Beliau ingin istrinya menjadi seorang ibu rumah tangga. Harapan untuk menjadi
PNS itu pun pupus. Beliau tidak mengambilnya. Ibu Septi memilih menjadi Ibu
Rumah Tangga. Baru sampai di sini saja saya sudah gemetaran.
Akhirnya
beliau pun menikah. Pernikahan yang unik. Sepasang suami istri ini sepakat
untuk menutup semua gelar yang mereka dapat ketika kuliah. Aksi ini sempat
diprotes oleh orang tua, bahkan di undangan pernikahan mereka pun tidak ada
tambahan titel/gelar di sebelah nama mereka. Mereka sepakat bahwa setelah
menikah mereka akan memulai kuliah di universitas kehidupan. Mereka akan
belajar dari mana saja. Pasangan ini bahkan sering ikut berbagai macam kuliah
umum di berbagai kampus untuk mencari ilmu. Gelar yang mereka kejar adalah
gelar almarhum dan almarhumah. Subhanallah. Tentu saja tujuan mereka adalah
khusnul khatimah. Sampai di sini, sudah kebayang kan bahwa pasangan ini akan
mencipta keluarga yang keren?
Ya,
keluarga ini makin keren ketika sudah ada anak-anak hadir melengkapi kehidupan
keluarga. Dalam mendidik anak, Ibu Septi menceritakan salah satu prinsip dalam
parenting adalah memerdekakan apa keinginan anak-anak. Begitupun untuk urusan
sekolah. Orang tua sebaiknya memberikan alternatif terbaik lalu biarkan anak
yang memilih. Ibu Septi memberikan beberapa pilihan sekolah untuk anaknya: mau
sekolah favorit A? Sekolah alam? Atau tidak sekolah? Dan wow, anak-anaknya
memilih untuk tidak sekolah. Tidak sekolah bukan berarti tidak mencari ilmu
kan? Ibu Septi dan keluarga punya prinsip: Selama Allah dan Rasul tidak marah, berarti
boleh. Yang diperintahkan Allah dan Rasul adalah agar manusia mencari ilmu.
Mencari ilmu tidak melulu melalui sekolah kan? Uniknya, setiap anak harus punya
project yang harus dijalani sejak usia 9 tahun. Dan hasilnya?
Enes,
anak pertama. Ia begitu peduli terhadap lingkungan, punya banyak project peduli
lingkungan, memperoleh penghargaan dari Ashoka, masuk koran berkali-kali. Saat
ini usianya 17 tahun dan sedang menyelesaikan studi S1nya di Singapura. Ia
kuliah setelah SMP, tanpa ijazah. Modal presentasi. Ia kuliah dengan biaya
sendiri bermodal menjadi seorang financial
analyst. Bla bla bla banyak lagi. Keren banget. Saat kuliah di tahun
pertama ia sempat minta dibiayai orang tua, namun ia berjanji akan menggantinya
dengan sebuah perusahaan.
Subhanallah.
Uang dari orang tuanya tidak ia gunakan, ia memilih menjual makanan door to door sambil mengajar anak-anak
untuk membiayai kuliahnya.
Ara,
anak kedua. Ia sangat suka minum susu dan tidak bisa hidup tanpa susu. Karena
itu, ia kemudian beternak sapi. Pada usianya yang masih 10 tahun, Ara sudah
menjadi pebisnis sapi yang mengelola lebih dari 5000 sapi. Bisnisnya ini konon
turut membangun suatu desa. WOW! Sepuluh tahun gue masih ngapain? Dan setelah
kemarin kepo, Ara ternyata saat ini juga tengah kuliah di Singapura menyusul
sang kakak.
Elan,
si bungsu pecinta robot. Usianya masih amat belia. Ia menciptakan robot dari
sampah. Ia percaya bahwa anak-anak Indonesia sebenarnya bisa membuat robotnya
sendiri dan bisa menjadi kreatif. Saat ini, ia tengah mencari investor dan
terus berkampanye untuk inovasi robotnya yang terbuat dari sampah. Keren!
Saya
cuma menunduk, what I’ve done until my 20? :O Banyak juga peserta yang lalu
bertanya, “kenapa cuma 3, Bu?” hehe.
Dari
cerita Ibu Septi sore itu, saya menyimpulkan beberapa rahasia kecil yang
dimiliki keluarga ini, yaitu:
1.
Anak-anak adalah jiwa yang merdeka, bersikap
demokratis kepada mereka adalah suatu keniscayaan.
2.
Anak-anak sudah diajarkan tanggung jawab dan
praktek nyata sejak kecil melalui project. Seperti yang saya bilang tadi, di
usia 9 tahun, anak-anak Ibu Septi sudah diwajibkan untuk punya project yang
wajib dilaksanakan. Mereka wajib presentasi kepada orang tua setiap minggu
tentang project tersebut.
3.
Meja makan adalah sarana untuk diskusi. Di
sana mereka akan membicarakan tentang ‘kami’, tentang mereka saja, seperti
sudah sukses apa? Mau sukses apa? Kesalahan apa yang dilakukan? Oh ya, keluarga
ini juga punya prinsip, “kita boleh salah, yang tidak boleh itu adalah tidak
belajar dari kesalahan tersebut”. Bahkan mereka punya waktu untuk merayakan
kesalahan yang disebut dengan “false
celebration”.
4.
Rasulullah SAW sebagai role model. Kisah-kisah
Rasul diulas. Pada usia sekian Rasul sudah bisa begini, maka di usia sekian
berarti kita juga harus begitu. Karena alasan ini pula Enes memutuskan untuk
kuliah di Singapura, ia ingin hijrah seperti Rasulullah. Ia ingin pergi ke
suatu tempat di mana ia tidak dikenal sebagai anak dari orang tuanya yang
memang sudah terkenal hebat.
5.
Mempunyai vision
broad dan vision talk. Mereka punya
gulungan mimpi yang dibawa kemana-mana. Dalam setiap kesempatan bertemu dengan
orang-orang hebat, mereka akan share
mimpi-mimpi mereka. Prinsip mimpi: Dream it, share it, do it, grow it!
6.
Selalu ditanamkan bahwa belajar itu untuk
mencari ilmu, bukan untuk mencari nilai.
7.
Mereka punya prinsip harus jadi entrepreneur.
Bahkan sang ayah pun keluar dari pekerjaannya di suatu Bank dan membangun
berbagai bisnis bersama keluarga. Apa yang ia dapat selama bekerja ia terapkan
di bisnisnya.
8.
Punya cara belajar yang unik. Selain belajar
dengan cara home schooling di mana
Ibu sebagai pendidik, belajar dari buku dan berbagai sumber, keluarga ini punya
cara belajar yang disebut Nyantrik. Nyantrik adalah proses belajar hebat dengan
orang hebat. Anak-anak akan datang ke perusahaan besar dan mengajukan diri
menjadi karyawan magang. Jangan tanya magang jadi apa ya, mereka magang jadi
apa saja. Ngepel, membersihkan kamar mandi, apapun. Mereka pun tidak meminta
gaji. Yang penting, mereka diberi waktu 15 menit untuk berdiskusi dengan
pemimpin perusahaan atau seorang yang ahli setiap hari selama magang.
9.
Hal terpenting yang harus dibangun oleh sebuah
keluarga adalah kesamaan visi antara suami dan istri. That’s why milih jodoh itu harus teliti. Hehe. Satu cinta belum
tentu satu visi, tapi satu visi pasti satu cinta :P
10. Punya
kurikulum yang keren, di mana fondasinya adalah iman, akhlak, adab, dan bicara.
11. Di-handle oleh Ibu kandung sebagai pendidik
utama. Ibu bertindak sebagai Ibu, partner, teman, guru, semuanya.
Daaaan,
masih banyak lagi. Teman-teman yang tertarik bisa kepo di twitter ibu @septipw
atau gabung dan ikut kuliah online tentang keiburumahtanggaan di
ibuprofesional.com.
Hhhhmmm.
Gimana? Profesi ibu rumah tangga itu profesi yang keren banget bukan? Ia adalah
kunci awal terbentuknya generasi brilian bangsa. Saya ingat cerita Ibu Septi di
awal kondisi beliau menjadi ibu rumah tangga. Saat itu beliau iri melihat
wanita sebayanya yang berpakaian rapi pergi ke kantor sedangkan beliau hanya
mengenakan daster. Jadilah beliau mengubah style-nya. Jadi ibu rumah tangga itu
keren, jadi tampilannya juga harus keren, bahkan punya kartu nama dengan
profesi paling mulia: housewife. So, masih zaman berpikiran bahwa ibu rumah
tangga itu sebatas sumur, kasur, lalala yang haknya terinjak-injak dan
melanggar HAM? Duh please, housewife is
the most presticious career for a woman, right? Tapi semuanya tetap
pilihan. Dan setiap pilihan punya konsekuensi :) Jadi apapun kita, semoga tetap
menjadi pendidik hebat untuk anak-anak generasi bangsa.
Setelah
mengikuti sesi tersebut, saya menarik kesimpulan bahwa seminar kepemudaan tidak
melulu bahas tentang organisasi, isu-isu Negara, dan lain-lain yang biasa
dibahas. Pemuda juga perlu belajar ilmu parenting untuk bekal dalam mendidik
generasi penerus bangsa ini. Bukankah dari keluarga karakter anak itu
terbentuk?
***
Gimana? Seru
kaan? Amazing kaan? Haha semoga bermanfaat. Oyasumii~ | @MutiaRKinasih |
No comments:
Post a Comment